Switching Cost

Switching cost adalah salah satu kategori dalam switching barriers yang muncul dari sebuah analisis (Colgate dan Lang, 2001). Switching cost telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi dalam mempertahankan hubungan (Colgate dan Lang, 2001). Penting untuk mengetahui bahwa strategi switching cost adalah strategi yang digunakan untuk mengunci atau istilahnya “lock-in” pelanggan sehingga mencegah pelanggan tersebut berpindah ke provider atau penyedia layanan lain. Switching cost juga dapat menciptakan ketergantungan konsumen terhadap suatu provider (Morgan dan Hunt, 1994).

Switching cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh konsumen karena berpindah ke penyedia layanan yang lain yang tidak akan dialami jika konsumen tetap setia dengan penyedia layanan saat ini (Lee, Lee, dan Feick, 2001). Dwyer dan Tanner (1999) juga mengklasifikasikan switching cost sebagai hilangnya nilai investasi ditambah denda-denda keuangan dan biaya lain yang berhubungan dengan pencarian, evaluasi, serta biaya ketika menggunakan layanan dari provider lain. Switching cost juga dapat berkaitan dengan perceived risk, yaitu yang didefinisikan sebagai persepsi pelanggan akan ketidakpastian dan konsekuensi yang merugikan karena membeli produk atau jasa lain. Switching cost tampaknya menjadi alasan penting untuk tidak beralih ke penyedia layanan lain.

Dengan menciptakan atau memanfaatkan switching cost, perusahaan dapat menurunkan persaingan harga, membangun keunggulan kompetitif, dan mendapatkan keuntungan yang luar biasa sebagai sebuah investasi (Klemperer,1995). Cara memenangkan persaingan pasar dengan switching cost bukan dimaksudkan untuk mengunci pelanggan saja tapi juga untuk menciptakan pemikiran strategis serta melihat potensi ke depan. Sering terdapat masalah dalam pengelolaan switching cost, yaitu ketika perusahaan sendiri menjadi terkunci
karena kesuksesannya saat ini, mengakibatkan keengganan atau ketidakmampuan untuk mengantisipasi perubahan atau melakukan inovasi.

Klemperer (1995) menunjukkan bahwa terdapat beberapa kategori switching cost, yaitu previous investments, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan pelanggan untuk merek produk atau provider saat ini. Tipe yang kedua adalah potential investments, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari investasi yang akan  ikeluarkan ketika beralih ke merek produk atau provider lain. Tipe yang terakhir adalah opportunity costs, yaitu tipe switching cost yang dihasilkan dari suatu biaya kesempatan yang hilang ketika pelanggan meninggalkan merek produk atau provider saat ini.

Switching cost biasanya tidak keluar langsung setelah berpindah provider, tapi biasanya pelanggan merasakaanya setelah beberapa lama mereka berpindah provider. Pelanggan menyatakan tidak layak untuk beralih provider, ketika pelanggan mungkin merasakan hambatan dalam berpindah provider seperti munculnya biaya pencarian, biaya transaksi, biaya untuk belajar, kehilangan diskon pelanggan setia, kebiasaan pelanggan, biaya emosional dan upaya kognitif, ditambah dengan risiko keuangan, sosial, dan psikologis dari pihak pembeli (Fornell 1992)

Sebagai alat utama untuk mengelola customer retention, kepuasan pelanggan mendapat perhatian utama dalam literatur pemasaran (Anderson dan Sullivan, 1993; Fornell, 1992). Perusahaan di seluruh dunia menganggap bahwa kepuasan pelanggan secara nyata mempengaruhi retensi pelanggan serta meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun, dalam beberapa literatur menyatakan bahwa switching cost juga berhubungan positif dengan customer retention. Selain meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan switching cost menjadi strategi umum untuk meningkatkan retensi pelanggan yang dapat mempengaruhi pelanggan untuk tidak beralih dan memilih penyedia layanan lain (Ranawera dan Prabhu, 2003).

Menurut Lee, Lee, dan Feick (2001), switching cost menjadi penting ketika terdapat banyak provider sebuah layanan di dalam pasar. Ketika terdapat provider yang sangat banyak, sedangkan switching cost rendah maka pelanggan yang tidak puas cenderung untuk beralih ke provider lain, sedang jika switching cost tinggi, maka pelanggan cenderung untuk tetap setia (Lee, Lee dan Feick, 2001). Pelanggan juga akan tetap setia kepada perusahaan jika pelanggan merasa menerima nilai yang lebih besar ketimbang perusahaan lainnya.